November 24, 2021
Kekristenan Dalam Pemulihan Psikologis

Penulis :

Bagus Adi Nawantri Sambada
Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on email

Kondisi dan tantangan zaman saat ini datang silih berganti seakan tidak pernah berhenti di dalam kehidupan tiap orang. Permasalahan yang dialami dapat berasal dari mana saja, seperti masalah perekonomian, keluarga, pertemanan, ataupun pernikahan. Dunia dan permasalahannya yang datang terus menerus silih berganti dapat membuat kita frustrasi. Kekristenan Dalam Pemulihan Psikologis

Permasalahan yang dialami oleh tiap orang meskipun serupa, namun akan dimaknai secara berbeda.  Respon yang berbeda tersebut dikarenakan tiap individu memiliki karakter yang tidak sama satu sama lain. Perbedaan tersebut termasuk kondisi mental atau psikologis dari seseorang. Seseorang mungkin akan menyikapi datangnya permasalahan dengan tenang dan sabar, tapi ada juga yang cenderung reaktif secara emosional.

Permasalahan yang menumpuk atau yang tidak terselesaikan akan menyebabkan munculnya emosi negatif. Emosi negatif yang dimaksud seperti kemarahan, sedih, kehilangan, frustrasi, kecemasan, dan ketakutan. Emosi negatif yang tidak tersalurkan secara positif akan cenderung mudah membuat kesehatan mental yang dimiliki oleh seseorang terganggu.

Kebanyakan orang mudah mengabaikan kesehatan mental dibanding dengan kesehatan fisiknya. Kita mudah mengabaikan kondisi emosi atau permasalahan yang sedang terjadi dan lebih memilih bersikap biasa saja seakan tidak terjadi apapun. Mental yang sehat penting bagi kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun kepada diri sendiri. Penting bagi setiap orang untuk menyadari keadaan dirinya sendiri saat ini agar terhindar dari gangguan psikologis yang lebih berat. Semakin kita menyangkal diri atau mengabaikan rasa sakit justru akan menambah atau memperparah keadaan.

Manusia yang mengalami gangguan kesehatan mental banyak disebabkan oleh banyak faktor. Faktor yang dimaksud sebelumnya yaitu faktor biologis (contohnya struktur otak dan hormon), psikologis (contohnya kepribadian ataupun kondisi mental), dan kondisi lingkungan. Psikologi melihat bahwa gangguan psikologis atau mental dari seseorang dapat disebabkan dari pengalaman masa lalu yang pernah dialami hingga membentuknya seperti saat ini. Alkitab dan kekristenan melihat bahwa manusia yang mengalami kelemahan psikologis atau rusaknya citra diri dikarenakan oleh dosa (Kejadian 3:10).

Manusia yang awalnya diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, namun telah rusak oleh kejatuhan manusia dalam dosa. Allah yang begitu mengasihi seluruh ciptaan-Nya termasuk manusia, rela mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal untuk menebus dan menyelamatkan kita semua sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya memperoleh hidup yang kekal (baca Yohanes 3: 16). Hingga pada akhirnya kedatangan Yesus kedua kalinya ke bumi ini adalah untuk memulihkan ciptaan-Nya seperti mulanya. Tujuan penciptaan semula Allah yaitu dapat kembali bersekutu secara intim bersama dengan seluruh ciptaanNya penuh dengan damai sejahtera. Kedatangan Yesus nantinya yang kedua kali juga termasuk memulihkan kondisi manusia yang telah rusak karena dosa.

Yesus datang ke dunia ini tidak hanya untuk menyelamatkan kita dari hukuman kekal, namun Dia juga peduli kondisi kita yang lemah dan menderita(baca Markus 2: 17). Dia peduli akan kesejahteraan dan sukacita kita sehingga kita dapat memuliakan nama-Nya. Seringkali manusia tidak mau menjalani kehidupan ini sesuai dengan kehendak Tuhan termasuk dalam proses pemulihan diri kita.

Langkah-langkah yang perlu kita lakukan dan perhatikan untuk memulihkan diri maupun dapat sehat secara mental di antaranya sebagai berikut:

1. Self-Awareness (Kesadaran Diri)

Kita agaknya perlu berkaca dan belajar dari cerita seseorang yang lumpuh sejak lahir dan meminta belas kasihan tiap hari di kolam Betesda (baca Yohanes 5: 1-18). Orang lumpuh itu telah bergumul sepanjang hidupnya selama 38 tahun memusingkan identitas dirinya yang lemah dan sakit (lih. Yoh. 5: 5). Da hanya berfokus pada kelemahannya dan tidak mampu mengenali Tabib Agung yang berdiri di depannya (lih. Yoh. 5: 5-7).

Pengalaman yang kita alami itu benar nyata terjadi (termasuk rasa sakit), namun keseluruhan hidup kita tidak dihabiskan untuk merenungkan rasa sakit itu. Setiap permasalahan yang kita alami baik ringan hingga berat sekalipun masih ada kesempatan untuk disembuhkan dan memuliakan Tuhan. Seseorang yang menyangkali diri dan menyalahkan diri ataupun orang lain tentang rasa sakitnya, malah akan membuat tembok penghalang yang tinggi bagi Tuhan dan orang lain yang ingin datang menolong. Oleh karena itu, penting bagi kita menyadari dengan penuh kesadaran kondisi kita saat ini.

2. Kesembuhan dan Pemulihan Dimulai dari Ketaatan Diri Sendiri

Kita kembali belajar mengenai ketaatan dalam proses pemulihan sama seperti orang sakit yang terbaring di atas tilam dan dibantu oleh keempat rekannya untuk bertemu dengan Yesus (baca Markus 2: 1- 12). Tidak peduli seberapa banyak Tuhan Yesus lakukan baginya ataupun sebesar apapun kesetiaan teman-temannya, keputusan untuk dipulihkan berada di tangannya. Dia harus taat pada Tabib Agung jika ingin disembuhkan. Kesembuhan dan pemulihan diperlukan kebaikan Tuhan dan ketaatan dari diri sendiri (lih. Markus 2: 9).

Pertanyaan refleksi yang perlu untuk kita renungkan adalah apa perintah Tuhan Yesus agar Anda sembuh? Apa risiko yang perlu kita hadapi? Kita perlu mengakui ketakutan dan berbagai keluhan kepada Allah dan mintalah Dia untuk menolong apa yang harus kita lakukan. Perhatikan apa yang akan terjadi berikutnya!

3. Keterbukaan: Ceritakanlah Segalanya!

Seorang perempuan yang mengalami pendarahan selama 12 tahun telah mengalami banyak kesakitan dan penderitaan. Penderitaan itu tidak hanya kondisi fisiknya saja, namun seluruh hartanya telah digunakan untuk pengobatannya. Kondisinya malah semakin memburuk tidak ada perubahan sama sekali. Lelah fisik dan mental sangatlah dirasakan perempuan tersebut (baca Markus 5: 25-34).

Respon utama dari perempuan yang mengalami pendarahan tersebut adalah datang kepada Yesus dengan keberserahan diri secara diam-diam dan menjamah jubahNya secara lembut (lih. Markus 5: 27, 28). Perempuan tersebut mengalami ketakutan yang luar biasa karena takut ditolak karena penyakit yang dialaminya (lih. Markus 5: 33). Efek yang ditimbulkan karena tindakannya tersebut adalah kesembuhan secara total dari pendarahan yang dialami selama 12 tahun dan seketika itu juga sembuh. Perempuan tersebut sembuh tanpa mengganggu ataupun mencemarkan Tabib Agung itu.

Respon yang Yesus lakukan ketika menyadari ada kuasa yang keluar dari diri-Nya adalah berhenti dan mencari orang yang telah menjamah jubah-Nya. Yesus mengabaikan cacian atau kemarahan dari orang-orang di sekitar atas respon yang Yesus lakukan itu (lih. Markus 5: 31, 32). Yesus tidak memarahi namun menyediakan telinga-Nya saat perempuan tersebut menceritakan segalanya (lih. Markus 5: 33).

Respon yang perlu kita lakukan adalah ceritakanlah “itu” semua kepada Tuhan Yesus, meminta Dia untuk membawa ke salib sehingga kejahatannya akan mati di sana. Respon lainnya yang perlu kita lakukan adalah Anda perlu menceritakan kepada orang lain (yang tentunya Anda percayai, misalnya pembimbing rohani, psikolog, ataupun konselor). Anda perlu terbuka tanpa malu dengan berdiri dalam suatu penelaahan Alkitab dan membagikan rasa sakit Anda.

4. Komunitas: Pentingnya Support System

Empat orang yang membantu menurunkan temannya untuk disembuhkan oleh Yesus adalah bukti bahwa dukungan komunitas membantu proses pemulihan dari diri kita (baca Markus 2: 1-4). Kita memerlukan sekelompok orang yang mendoakan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan melayani dalam hal-hal praktis. Komunitas inilah yang membawa kita semakin dekat kepada Yesus. Mereka tidak digoyahkan oleh keadaan kita yang sakit. Kita juga harus yakin jika Yesus melihat iman komunitas kita seperti Dia melihat iman kita.

5. Iman: Jangan Takut, Percaya Saja!

Seringkali kita merasakan ketakutan apabila orang lain mengetahui bahwa kita tidak sempurna. Kita takut kalau penyakit itu akan menetap selama hidup kita (baca Markus 5: 26-28; 33, 34). Perlu kita sadari bahwa Yesus melakukan dengan cara-Nya yang unik dan waktu-Nya yang terbaik bagi kita. Yesus dapat masuk dalam hidup kita dan mengatakan kepada kita bahwa apa yang tampaknya seperti kematian, sesungguhnya tidak seburuk yang kita kira. Sayangnya, kita terlalu mudah dan sering menyerah dan berkata, “Lupakan saja! Yesus tidak mungkin sanggup menolong saya!” Penghalang terbesar dalam diri kita terkadang adalah meyakini bahwa Yesus tidak sanggup mengubah keadaan. Percayakah Anda bahwa Yesus mampu mengubah keadaan Anda saat ini?

6. Bersaksi: Dulu Aku Buta tapi Sekarang Aku Dapat Melihat!

Kita perlu meneladani tindakan orang yang buta semenjak dia lahir datang kepada Yesus meminta kesembuhan dengan penuh keberserahan diri dan percaya penuh (baca Yohanes 9: 1-7; 25-27; 30-38). Kita dapat membagikan pengalaman kepada banyak orang ketika Tuhan sudah memberikan kesembuhan atau pemulihan. Tuhan menyembuhkan kita karena Dia sangat peduli akan kemuliaan-Nya dan sukacita kita.

Enam penerapan telah dijelaskan di atas mengenai cara kita dapat dipulihkan dan sehat secara mental di dalam kasih Tuhan. Kita perlu menilik kembali di dalam pertanyaan refleksi dan nantinya diterapkan dalam iman, yaitu:

  1. Identitas seperti apa yang Anda pertahankan sebagai seorang sakit dan terluka?
  2. Dalam forum apa (contoh: kelompok Pendalaman Alkitab, Kelompok Tumbuh Bersama, Komsel, mitra doa, atau keluarga) Anda dapat mematahkan kuasa malu dengan menceritakan seluruh hidup Anda?
  3. Dalam proses kesembuhan, siapakah komunitas Anda? Bagaimana mereka menolong Anda untuk melalui masa-masa tersebut?
  4. Bagaiman cara Anda menunjukkan dan menyatakan karya Allah dalam hidup Anda?
  5. Apa yang dapat Anda ceritakan tentang kisah Anda untuk menolong orang lain datang kepada Yesus?
Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on email

ARTIKEL
LAINNYA